In SAJAK

Doa dan Luka yang Mengawang


Taukah engkau, aku masih disini karena setia membelai mu
Memenuhi nafsu birahi mu yang kalap
Mengubah diri indah ini menjadi hina
Membuat nama jadi debu dalam ruang

Cinta? Tidak
Aku punya hati, ini untuk buah hatiku
Paksa? Ya
Aku terpaksa karena mahalnya kehidupan telah menamparku
Malu? Tidak
Aku tahu ini salah, dari itu aku berani
Takut? Ya
Aku takut Tuhan Murka, dosa…

Adakah kebenaran pada mereka yang datang?
Merampas kesucian yang terabaikan
Melukai hati yang pedih
Mencoreng nama menjadi nista

Apa mereka terhormat dalam kedudukan?
Mengubah uang menjadi surga
Melampiaskan diri ketubuh ini
Senang dengan apa yang diperbuat

Rayuan mu terlalu indah menutupi kemuakkan ku
Uang mu mekar mengeliling ku
Segenap ku tenggelam dipangkuan mu
Pikiranku terhanyut, buntu

Tak pernakah mereka pikirkan semua
Keluarga, istri, dan anak-anak dirumah
Tak pernakah mereka takut
Akan ajal sewaktu-waktu menjemput

Hawa memang tercipta untuk sang Adam
Tapi bukan ini yang ku mau!
Hawa memang ada untuk menemani sang Adam
Tapi bukan ini yang ku tunggu!
Karena Hawa punya damba yang terangan, damai…

Hentikanlah kau…
Aku ingin kembali…
Mengawali lembar putih bersih
Membuang jauh-jauh kelakuan ini
Menghapus kata-kata bermaki

Mengawali hidup ini kembali
Meski jiwa tak selaras suci
Mengobati yang pernah tersakiti
Meski kenangan ini kan terus membayangi
Oleh dirimu yang terus menghantui

Tuhan, apakah Engkau member akibat yang sama
Aku member, mereka menerima
Aku terkotori, mereka bahagia
Aku lemas, mereka bergairah
Aku hina, lalu mereka apa??!.

Dunia gila dengan pendidikan
Buah hatiku terancam tenggelam|
Aku butuh uang!
Ya! Lembaran-lembaran kertas itu
Aku butuh makan! Butuh bangku sekolah anakku
Dan… dan inilah jalan yang ku tempuh

Rantau beradu nasib
Kota besar terlalu pahit untuk bertahan hidup
Lihat gedung berdasi itu
Tertawa diatas uang
Memaksa semua untuk keluarkan tenaga
Sedang mereka masih berlaga dibalik gedung terhormat
Memakan apapun yang mereka mau
Setia memakan honor bermula uang rakyat
Sedang mereka tak sedikit pun setia, apatis!
Orang yang terlihat pandai berilmu
Berbiak oleh omongan bual belaka
Janji palsu itu terulang kembali
Kini diperbuat oleh mereka
Ikut heboh dengan kemajuan Negara-negara
Mendadak mengharuskan apa yang mereka mau
Pendidikan! Pendidikan! Pendidikan menjadi nomor satu
Berolehbahwa uang akan dilenyapkan soal ini

Terlihat sangat menggiurkan
Seolah ambisi menekankan akan kehausan
Menyuruh…. Tapi mengabaikan!

 Ancaman dunia memaksa kerja
Tanpa peduli batin menyiksa
Hanya gubrak-gubruk yang telah terhalang
Tanpa ada rasa iba yang telah terhalang

Semua orang kau suruh untuk selesaikan
Memberantas kami yang menodai bangsa ini
Menyeret kami dalam binaan belakang sel
Terlepaskan kembali…
Melirik tubuh ini dengan nafsu
Mulai gatal menyentuh kulit yang semakin mendebu
Terlihat impas saat kau beri kami kesempatan untuk menghirup udara segar
Kau harusnya bertugas dan yang kau tugasi justru diri ini
Menghirup udara wangi tubuh ini
Ternodai kembali…
Buat laporan kau akan membasmi kami lagi
Sampai ruang kau ubah laporan menjadi penyerahan diri menikmati tubuh ini
Ternodai kembali…

Di depan mereka kau berlagak benar dan tegas
Di depan kami kau merasa lemas
Di depan mereka kau buka aib yang membuat otak penat
Itulah penyakit bejat aparat

Lihat diri ini masih memfosir tenaga
Kuatir mendadak semua kan terhenti
Kesewenang-wenangan yang kapanpun bisa terjadi
Inilah penyakit sang raja.

Ibu… Bapak… Anakku tahu
Dirumah tua itu mereka duduk menunggu
Tanpa pernah bertanya jabatan
Tanpa menaruh rasa curiga
Kapanpun keaiban itu bisa terbuka


Anakku… maafkan Ibu
Saat berpisah dengan bapakmu Ibu memilih kau ikut bersamaku
Ibu tahu jika kamu ikut dengannya entah apa yang akan dilakukan
Maafkan Bapakmu…
Ibu takut dijalan depan sana kau akan mengalaminya
Ibu takut apa yang Bapak mu lakukan pada kembang-kembang itu terjadi pada diri mu
Bapak mu memang kejam telah mencampakan kita
Tak berfikir untuk menyongsong masa tua bersama
Anakku… maafkan Ibu
Kau harus tetap tinggal dirumah tua ini dengan mereka
Disaat Ibu bersusah payah mencari nafkah diluar sana
Maafkan Ibu, Ibu terpaksa berbohong agar kamu tak kecewa
Ibu tahu kau akan malu jika mengetahuinya
Karena cuma ini yang bisa Ibu lakukan
Ibu tak bisa membawa kamu menjalani hari bersama

Anakku…
Biar, biarlah Ibu saja menahan sesak batin ini
Menjalani meski tak mengingini
Bahagia meski hati ini teriris sembilu
Kuat meski semua terasa penat
Bangga meski menyimpan beribu luka
Merasa cinta padahal tak sedikit pun menyimpan rasa luka

Keinginan hidup bersama mu teramat kuat
Sebab kau obat pemberi semangat
Bantu Ibu bicara pada Tuhan
Sampaikan doa untuk mendapat ridho-Nya
Terangi Ibu dalam sinar doa mu
Sebelum tubuh ini termakan waktu.

Bahrul hayat ini luas
Pekerjaan susah di dapat
Pahit getir terlamapu kabut
Terpaksa aku memilih jalan ini

Tertunduk…
Rasa sakit itu kembali terngiang
Kejadian itu kembali menepi
Detik-detik keputusan itu kembali menghampiri
Kata haram itu terlanjur terucap
Ya… cerai
Berkorban sang buah hati

Cinta telah membuat ku buta
Tak setia itu seolah tak pernah ada
Kepercayaan pada sang kasih itu sempurna
Tak terbayangkan bahwa ia akan melakukannya
Pergi… dengan janji palsu
Mengabaikan rahim yang telah ia buahkan
Menjalin hubungan mesraaa dibelakang
Tanpa ku ketahui sifat belangnya
Sempurna… menjiwa…

Tuhan tahu maksudku
Bakan Tuhan setia menemaniku
Larut dalam segala permainan bumi
Dalam harta yang berkerlip warna-warni
Beralasan sang buah hati

Keadilan Tuhan benar adanya
aku telah berbuat dosa
Azab Tuhan telah terasa
Tapi ku harus bertobat memohon pada-Nya
Keterpaksaan hati ini
Akankah masih menyisakan titik terang itu?
Perlahan menjauh berubah gelap

Tabiat kehampaan merajai kehidupan
Resah, penuh penderitaan
Hati yang gelisah ketakutan
Jiwa yang kering oleh kenafsuan

Meski penyakit menempel di diri ini
Aku tetap damba puasa
Anganku cukup sederhana
Bahagia bersama keluarga

Kaki ini menapak cukup jauh
Jiwa ini pun terlepas
Terbayang masa-masa sulit itu
Awal derita jiwa dan rohani ku

Mengapa ada pekerjaan bak neraka didunia ini
Merasa panas saat api menyentuh kulit
Membuat semua terlihat menjijikan
Tapi ku tetap melakukan

Saat datang cahaya itu
Hati tergerak tertuju
Puih-puih doa pun terlantun
Merauk semua kesempatan

Mata ini masih sempurna melihat
Bibir ini masih mampu menyentuh
Tangan ini masih mampu menggapai
Keadaan ini mendorongku kembali

Merintih saat-saat puncak tiba
Melemah saat-saat abis tenaga
Menangis tertekan kembali
Semua ini menyiksa hati

Aku yakin teramat sangat
Kau turuni aku dikemaksiatan
Tuk jalani hidup yang berat
Beruji akan patuh dan taat

Cukup aku yang melakukan
Aku tak ingin ini menurun pada anak-anakku kelak
Aku tak ingin Kau beri ruang kosong dimasa depan
Aku tak mengerti, Ibu Bapak tak pernah begini

Dalam kerjaku masih sisipkan doa
Agar Kau tahu diri ini tetap mengingat-Mu
Meski aku pun tahu hukuman akan tetap Kau turunkan
Bekerja sambil berdoa itu semakin membuat diri hina

Meski prahara datang silih berganti
Abu debu silih berganti terucap
Kehormatan yang tak dipedulikan
Sanjung cemooh secara halus menjadi makanan hari

Mata yang tertuju saat melihat tubuh ini tiba
terpandang tatapan benci nan menggila
Kehidupan mereka seolah telah sempurna
Sehingga hanya aku yang tercela

Semua telah ku lewati
Asam manis pahit hidup ini
Dipandang sebelah mata
Itu semua telah biasa

Tak bisakah mereka berlogika
Tak bisakah mereka mencerna
Hidup ku memiliki jalan berbeda
Hidup ku tak seharmonis mereka

Kampung halaman didepan mata
Berjumpa sang buah hati disana
Riang tanpa mengetahui ssemua
Pekerjaan ku diluar sana

Tuhan ampuni aku
Aku tahu ini salah
Aku tahu ini berdosa
Kesalahan ku adalah mengetahui itu salah
Kebodohan ku adalah melakukan apa yang seharusnya tak ku lakukan

Tempat dosa nan indah menyepi
Menjauh dari keramaian noda
Pergi mendekat kerumah tua
Bersimbah memohon doa

Peluh, aku rehat sejenak
Jelang petang berkah ini telah wangi semerbak
Kini tiba saat tadah tangan meninggi
Dengan wajah sempurna menganga

Puntung batang berbara
Siap aku lepaskan sementara
Mengingat buah hati kan terjaga
Akan ku lepas bau hina jiwa

Saat sang hari raya tiba
Berharap Tuhan berbaik hati, niat hati kembali suci
Dengan meratapi… lusuh menyentuh kitab abadi
Untuk basuh semua lara petaka
Selang waktu kaidah putaran berjalan sempurna

Gema takbir berkumandang
Ku lirik semua padan
Terhanyut rasa bangkit
Keinginan kembali terpajang

Dimana sang bulan berkah telah menampakkan wujudnya
Aku gembira
Ini waktu yang ku nanti untuk kembali….

Tuhan…. Ampuni aku
Aku telah mempermainkan hidup yang telah Kau beri
Aku terlalu naïf dalam hidup ini
Akui diri ini sulit kembali dengan uang yang terus membayangi

Tuhan… Tegur aku sedikit
Aku tak mau terlampau jauh
Aku tak mau diri ini setia pada pekerjaan ini
Aku tak ingin murka-Mu menanti diujung sana

Memanfaatkan saat-saat seperti ini
Mencoba memilih tujuan diakhir hari suci
Tolonglah aku…
Jangan Kau biarkan aku jatuh cinta pada pekerjaan ini

Oh, Alam…
Kau lihat semua yang ku lakukan
Kau berbaik hati meminjamkan tempat diluar sana
Rela menjamur hingga semua terbawa suasana
Menarik semua kawan yang juga sedang membutuhkan

Hidup itu Kau yang kuasai
Kau takdirkan semua dalam pena-Mu
Kau beri penghapus agar makhluk mengubahnya sendiri
Kau tetap menemani jiwa-jiwa yang berhembus oleh debu

Iba…
Sakit…
Perih…
Pilu…
Sunyi…
Gelisah…
Mereka…
Tubuh…
Rindu…
Buta…
Uang…
Debu…
Sujud…
Kembali…

Oh Tuhan, kenapa tak Kau takdirkan aku pada seseorang yang setia
Lihat semua ini terasa memilukan
Hati ini tercabik oleh pengkhianatan
Tak adakah niat Kau ubah jalan hidup ku?

Tiada hal yang mereka tahu
Kerumunan orang-orang disisi rumahku
Yang mereka satukan hanya kompaknya ucapan hina
Tanpa tahu hati ini masih punya rasa

Tuhan…
Jika semua ini telah Kau atur
Aturlah jua pandangan mereka
Aturlah jua mimik dan tutur kata mereka
Aturlah seindah angan ku agar ku masih mampu berdiri kokoh
Sendiri….

Ini takdirmu … Bukan! Ini yang ku pilih
Ini sudah jalanmu… Bukan! Aku yang mengarahkan
Ini semua telah ku lewati meski ku tak tahu berawal dan berakhir dimana beban hidup ini

Related Articles

0 komentar:

Post a Comment

Aku (Simu)

My photo
: Tuang kata, ukir makna, pena menari, acak akal, kaya-karya.

Comments