In REVIEW

Modal Mengintip, Dapat Banyak Ilmu dan Malu

Depok merupakan salah satu kota maju yang berkembang dengan pesat, dengan kemajuannya siapa yang melirik sebuah kampung yang berada di tengah kota?. Aku memilih mengintipnya. Ku cari waktu yang pas dengan salah satu kegiatan disana, posyandu.

Aku pikir, semangat-semangat itu hanya milik warga yang tinggal jauh dari hinggar bingar kota, di pedesaan sana dengan bayangan di kepala seperti cerita-cerita para orangtua. Nyatanya salah, salah satu Kampung Berseri Astra di Indonesia berada di Kota Depok ini merupakan bukti bahwa kerja keras adalah milik siapa saja yang mau.

Tidak tahu persis letak kampung ini, bermodal aplikasi ojek online, Aku meminta Abang ojek memakai maps. Setiba di titik maps Aku memberikan helm yang ku pakai ke pemiliknya disusul dengan uang tarif perjalanan, sambil mengucapkan terima kasih. Dua langkah dari tempat pemberhentian tadi, di depan gang, Aku senyum sumringah, bersemangat.

Sepi, ku coba mencari seseorang untuk bertanya. Entah datang dari mana, tiga rumah dari depan gang ada seseorang yang ingin memasuki rumah itu, langsung menutup pagar. Aku berlari kecil, menghampiri sebelum dia benar-benar masuk ke dalam rumah.

"Permisi, maaf. Mau nanya kalau posyandunya sebelah mana ya?"
"Oh maaf mbak, Saya kurang tau posyandunya dimana."
"Eh" sambil berpikir, lalu mengucapkan terima kasih.

Tidak ada orang lagi disekitar sini. Ku lihat ke arah ujung gang, ada beberapa orang. Maka ku langkahkan kaki ini untuk menghampirinya, Aku akan bertanya pertanyaan yang sama.
Tapi hanya sekitar lima rumah dari rumah mbak tadi dengan posisi yang sama sebelah kanan dari gang persis ada sebuah kali kecil, dengan jembatan yang dibuat senada dengan jalan kampung membuat Aku tidak sadar ada kali disana, sebelahnya ada plang bertuliskan "Kampung Berseri Binaan Astra: Posyandu Dewi Sartika, Pos PAUD Pelangi, dan Taman Interaktif"


"Lah, tapi mbak tadi....? Oh mungkin dia orang baru. Atau kali kecil ini merupakan batas dari Kampung Berseri Astra." Pikir ku dengan cepat.

Sudah banyak yang sibuk di halaman posyandu. Aku berdiri di depan pagar yang sudah terbuka lebar, disambut dengan wanita separuh baya.
"Bu, Saya mau ketemu Ibu Dwi Hastuti"
"Oh mbak yang dari Astra ya?"
"Oh bukan bu, Saya blogger"
"Oh iya Bu Dwi ada di dalam, silahkan masuk"

Entah mungkin bu Dwi sudah memperhatikan dari dalam, beliau keluar dan  bertanya hal yang sama, "Mbak dari Astra ya?"
"Oh bukan bu, Saya Siti Munawaroh, yang sebelumnya berkomunikasi dengan Ibu via whatsapp"
"Oh iya, Ibu masih ada beberapa hal yang dipersiapkan, cepet sekali datangnya, biasanya volunteer Dokter dari Astra datang jam 10 ke atas, mbak kalo mau liat-liat atau mau ngambil-ngambil gambar dulu silahkan, tapi maaf Ibu belum bisa menemani, mungkin nanti disela-sela waktu Ibu bisa temani keliling"
"Iya bu gakpapa, kan memang sedang ada kegiatan."

Dengan label diberi izin, setelah diperkenalkan dengan Ibu-Ibu yang lain, Aku menuju bangku dengan meja payung dipojok posyandu, membuka sling bag yang berisi kamera, mengerluarkannya. Baiklah Aku akan keliling sendiri, ke arah berbalik dari arah Aku datang tadi.

Tersadar, bahwa kampung ini memiliki dua pintu masuk, tapi tempat ku masuk tadi bukan salah satunya, itu jalan belakang menuju kampung sebelah.
Cuaca jam 09.00 disini sangat cerah, matahari sudah mulai memberi rasa panas dikulit. Ada yang menarik perhatian ku disini, di setiap gang RW 016 ada tong - tong ini, bertuliskan penampung hujan. Aku berpikir mungkin air hujannya ditampung agar tidak langsung jatuh ke bawah, takut membuat genangan.


Dan mural-mural indah ini, ditembok-tembok samping rumah warga persis di pintu-pintu masuk seakan menyambut tamu dengan keindahannya. Satu mural yang paling lebar ditanda tangani oleh Walikota Depok.

Kurang lebih satu jam, Aku kembali ke posyandu. Setelah bu Dwi memberiku air minum, beliau mengajak ku ke salah satu RT disini, RT yang sama dengan tempat tinggalnya. RT 06 menjadi RT yang mendapat penghargaan RT terbaik di kampung ini. Aku melewatinya tadi, tapi tidak masuk-masuk ke satu per satu gang. Meski gang ini sudah mencuri perhatian ku.

Perhatikan.
Dari depan sini, semua terlihat rimbun. Mendapat gelar (ah Aku lupa nama istilahnya) yaitu tembok atau pagar rumah warga hampir tidak terlihat sama sekali, saking penuh nya semua dengan tanaman.

Dan di gang ini Aku terkagum-kagum, selain posyandu, gang ini menjadi fokus ku atas kunjungan ku ke kampung ini. Tanpa memperhatikan dengan jelas, Bu Dwi menjelaskan bahwa 90% tanaman disini adalah tanaman obat-obatan, jika tidak diberitahu Aku tidak akan tahu. Hanya berusaha fokus mendengar dan sesekali tangan tetap ini memotret objek yang menarik perhatian ku, berharap apa yang Aku dapat tidak terlupakan, mengingat Aku tidak segera menulis atau merekam pembicaran mengenai kampung ini, Aku mudah lupa.

Dan ini adalah rumah beliau, pada bagian rukun tetangga Ibu Dwi adalah seorang Bendahara RT dan pada bagian Kampung Berseri Astra beliau sebagai Ketua PKK.

Di sepanjang selokan RT sini ada 30 lobang biopri yang membuat saluran lancar dan bersih dari sampah.

Dan Aku menanyakan tong penampungan air yang menarik perhatian ku tadi, ternyata fungsinya ya untuk menampung air hujan agar jika terjadi kemarau atau saat-saat susah air, air dalam tong-tong ini digunakan untuk menyiram tanaman. Meski tanaman ini juga disirami oleh air bekas cucian beras warga.
Disediakan juga tong untuk mencuci tangan.

Slogan-slogan peringatan ini, Bu Dwi turun tangan sendiri membuatnya. Hampir ada disetiap rumah warga dengan tulisan yang berbeda, menggunakan barang bekas dan hasil printing yang beliau buat. Penting sekali mengingat manusia kadang lupa dan butuh diingatkan.


Bibit-bibit bayam yang siap panen dalam waktu 25 hari. Akan dibagi rata ke setiap rumah warga di RT ini. Makan dari hasil sendiri memang lebih nikmat karena sudah dijamin kualitasnya.


Kembali lagi ke posyandu, sudah mulai sepi karena hari mulai siang. Cuaca juga sedikit mendung. Tapi para warga tetap berusaha membawa anak-anaknya kesini, seperti biasa. Rutinitas bulanan ini memang perlu dilakukan, mungkin wajib.
Aku baru sadar, bahwa semua yang bertugas adalah para Ibu-Ibu, sebagian besar adalah lansia. Dengan usianya, tentu banyak yang sudah menurun keadaan tubuh mereka, termasuk mata yang mulai kabur, tetapi semangat mereka tidak pernah berkurang memastikan angka-angka pengukuran terlihat jelas.
Posbindu salah satu istilah yang belum pernah Aku dengar sebelumnya sekarang Aku mengetahuinya, jika posyandu untuk anak-anak balita. Posbindu untuk orang lansia.

Di samping meja 5, ada warung gizi yang menjual makanan sehat serta bubuk daun kelor yang siap ditaburkan langsung pada makanan dan minuman warga, mengingat daun kelor banyak sekali manfaatnya.


Pukul 13.00 penyuluhan dan evaluasi dilakukan, setelah semua yang dilakukan di halaman tadi semua dibersihkan dan dirapihkan kembali ke tempat semula, setelah itu semua memasuki ruangan, persis setelah itu hujan turun. Aku ditawarkan untuk mengikuti penyuluhan dan evaluasi ini, dengan mantab Aku mengiyakannya, karena setelah tadi Aku jadi banyak tahu, Aku yakin ini sangat bermanfat untuk menambah pengetahuanku. Masih bertahan dengan perut yang baru diisi snack yang disediakan tadi pagi. Cuaca yang membuat dingin hingga ke tulang tidak menyurutkan semangat mereka, lebih memilih melanjutkan dibanding makan siang terlebih dahulu, "tanggung" jawab mereka serentak. Mereka seharusya berada dirumah diatas tempat tidurnya menikmati istirahat siang.
Kakak-kakak volunteer pun begitu, mereka memutuskan menahan lapar meski diselingi dengan camilan. Yang pertama berbicara Kak Aini, dia mahasiswa pascasarjana UI semester 3 jurusan kesehatan masyarakat, disini Kak Aini berbicara mengenai langkah 5 meja: Pendaftaran, Wawancara, Pengukuran, Test Kesehatan (Tensi, Cek Gula, dan Kolesterol), serta Konseling. Dilanjutkan tentang strata posbindu. Yang kedua Kak Azizah, dia memberikan apa yang di amanahkan oleh Astra untuk KBA Depok ini, memberikan alat-alat untuk posyandu dan posbindu dan menjelaskan bahkan mempraktekkan alat-alat baru yang Ibu-Ibu belum mengetahui cara pakainya, meski sudah ada step by step cara yang tertulis. Seperti alat analisis lemak, Kak Azizah sendiri belum paham betul dengan alat itu, ditugaskan itu artinya wajib, dengan ramah dan kesabaranya bahkan dia sampai duduk dilantai, beberapa para Ibu mengikutinya, Ibu-Ibu punya bagian-bagian sendiri dialat-alat tertentu. Dengan waktu yang cukup lama hingga Kak Azizah berharap satu atau dua orang bisa dan melanjutkan ke hal lain yaitu warung gizi dan media lembar balik. Dan pembicara yang terakhir adalah Kak Hanifah, Kak Hanifah sendiri baru sampai saat Kak Azizah berbicara tadi, hujan tak memutuskan niatnya kesini, sampai dengan seluruh tubuh yang basah kuyup, Kak Hanifah meminta waktu sedikit mengeringkan badan dan makan setelah Bu Dwi memberikan handuk selepas dia tiba, dia akan berbicara tentag evaluasi sebulan ini dan berharap bulan depan kader remaja selanjutnya bergabung di posbindu, kesan dari KBA, diakhiri dengan kesimpulan semuanya.

 Aku paham sekarang, mengapa Astra mendasari programnya dengan 4 pilar. Pendidikan dari Astra untuk Indonesia cerdas, Kesehatan dari Astra untuk Indonesia sehat, Lingkungan dari Astra untuk Indonesia hijau, dan Kewirausahaan untuk Indonesia Kreatif. Rasanya ketika diri ini bermalas-malasan dan kadang dalam merawat kesehatan sendiri kurang terjaga, malu melihat semua ini, kegiatan remaja yang terlihat sibuk menjadi alasan tidak bisa, padahal belum tentu kita merasakan lanjut usia. Terima kasih untuk kalian semua yang memberikan Aku kesempatan untuk bergabung, Aku menyadariya.
Volunteer Dokter & Ibu-Ibu KBA Depok



*) Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Anugerah Pewarta Astra 2018
*) Semoga bermanfaat dan siapkan diri untuk berkontribusi langsung
*) Seluruh foto merupakan dokumen milik pribadi

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In SAJAK

Sahabat Sejati


Lama sudah ku tak merasakan kesejatian
Hakiki....
Keyakinan selalu menjaga naluri
Kawan yang selalu mengutamakan pentingnya keberadaan diri
Jika diluar sana banyak yang tak terima
Dunia keras membuat watak mengeras
Ramai menilai paras tanpa melihat hati yang ikhlas
Berdamping, menasehati, tanpa saling mengsiasati
Bertahan bersama dari hidup yang dijalani membuat orang iri

Tak perlu berucap untuk mengerti
Tak perlu dekat karena jauh pun dapat menggenggam
Tak selalu bergandeng tangan bukan berarti sendiri
Tak mudah kalap saat angin lalang membisikkan duri
Siap kala dibutuhkan meski tanpa kabar

Pesan dini....
Saat syaraf mulai melemah
Pikiran pun mulai menghilang
Memori kenangan terlupakan
Jika lupa akan suatu hal tentang ini
Ingatkan....
Semoga yang dilakukan tentang selalu-
mengutamakan abadi meski jiwa telah pergi

-
Aku (Simu)




Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In JELAJAH

Perjalanan Kedua Nan Rasa Pertama Ku ke Sumatera Barat

Beberapa minggu, atau bahkan bulan sebelum keberangkatan kami menuju pulau seberang, ponselku sering berdering, panggilan masuk dengan pertanyaan yang hampir sama, "Jadi kesini? Siapa aja yang berangkat?"

****

"Iya dia udah pernah pulang kampung, waktu umur 1 tahun 8 bulan" salah satu percakapan Mama dengan Kakaknya di Pangkal Pinang (Etek Ram, Etek adalah Tante, salah satu sebutan  di Padang), kembali flashback.

Jika ada acara seperti ini, semua anak-anak Uwai (salah satu sebutan untuk seorang nenek di Padang) dari berbagai penjuru belahan Indonesia dan satu adik mama yang berada di Malaysia pasti saling menghubungi satu sama lain. Pertanyaan mereka sama, "Pulang?".

****

Mak Rido akan melangsungkan pernikahan di tempat tinggalnya, di rumah Uwai. Mak adalah om atau paman. Dia adalah adik laki-laki Mama yang paling bungsu.

Ku alihkan satu permintaan di salah satu perbincangan padanya, "Kalau Aku pulang, ajak keliling Padang minimal 10 tempat ya?" Jelas pertanyaan itu langsung disambar dengan tawa, permintaan yang mudah. Pantai berjejer.  Dan bukan itu yang Aku maksud.

****

18 Juli 2018 kemarin, Aku terbang bersama Mama, Kakak, Kakak Ipar, dan Ponakanku. Dari 7 bersaudara hanya kami yang pulang untuk menyaksikan, ada Kakak kedua Mama yang tinggal tidak jauh dari rumah Uwai, dan adik laki-laki Mama yang tinggal di Pangkal Pinang, itu artinya hanya tiga keluarga dari Kakak kandung Mak Rido yang hadir, yang lain karena beberapa hal terpaksa tidak dapat hadir. Ayah ku sendiri harus tetap dirumah karena mengingat usaha keluarga yang tidak bisa ditinggalkan, ditambah anak-anak sekolah, adik-adikku baru dua hari masuk setelah liburan panjang Hari Raya. Jika sesuai jadwal, Ayah akan terbang akhir tahun atau awal tahun baru nanti ke Pekanbaru dan memungkinkan mampir ke Padang, pesta durian.

Sengaja mengambil jadwal penerbangan pagi. Biar bisa mampir ke Pantai.

Bandar Udara Internasional Soekarno - Hatta
Cengkareng, Kota Tangerang Banten

Ini penerbangan pertama ku, waktu pertama kali pulang kampung Aku naik kapal. Jangan tanya bagaimana rasanya, diusia segitu Aku bahkan tidak mengingat apapun, laut yang tenang hingga mengantarkan kami ke pulau seberang?.

****

Tanpa delay, kami tiba tepat waktu. Sambil menunggu koper keluar dari bagasi, Aku terus menelpon Mak Rido, sinyal tidak begitu baik, dia yang akan menjemput kami, dan ternyata Dia pun sudah tiba, menunggu. Hingga perjalanan ini dimulai. "Padang! Aku tiba!"

Hanya sekitar 3 km dari Bandara Internasional Minangkabau kami merasakan jalan aspal nan mulus, trek jalan selanjutnya ya begitulah, terlebih dibeberapa bagian ada pengalihan jalan, jalan sedang diperbaiki.
Hampir 1 sampai 2 jam kemudian, sekitar 12 km dari bandara akhirnya tiba di waktu jam makan siang, perjalanan kami belum selesai tapi perut tetap perut, tak bisa ditunda, aroma makanan yang kami bawa pun semakin mengocok perut, menggoyahkan lidah untuk segera ingin memakannya. Maka menepilah kami di suatu tempat, Pantai Tiram.

Pantai Tiram
Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman


Ku ceklis nomor satu dari 10 tempat pada notes ponselku dan ku isi di sebelahnya:
✔ 1. Pantai Tiram.

Ya, ini tempat pertama yang Aku kunjungi, bonus yang tidak terbayangkan sebelumnya, makan di pinggir pantai dengan rendang dari Jakarta, ini lucu. Banyak spot foto di pantai ini, sayang karena perjalanan kami masih jauh, Aku tak bisa memotret untuk mengabadikannya, hanya berharap dan meyakini, mungkin besok-besok bisa kesini lagi.

Mulailah kembali dengan perjalanan yang rusak ini, perut kami yang sudah terisi goyah dengan jalan yang masih bebatuan ini, Aku bahkan mulai sedikit kesal atau pegal, duduk sendiri di bagian belakang tapi sekitaran ku penuh dengan koper-koper dan barang yang kami bawa, sempit dan agak sedikit menahan barang. Belum lagi tangisan Sakha yang kadang menemani perjalanan, membuat kami cukup khawatir. "Sabar ya" Ucap Kakak prihatin.

Ku alihkan wajah ke arah luar, begitu juga dengan yang lain, Pak Sopir tetap fokus dengan jalan di depan, kami melihat berbagai macam hewan, ini kesempatan kami untuk mengalihkan perhatian bayi 9 bulan yang pasti sangat lelah, ini perjalanan terjauh Sakha. Kadang berhasil kadang gagal, lelah ya lelah, ini juga yang di khawatirkan Kakak dan Suami ketika memutuskan untuk pergi, terlebih kami belum bisa berkomunikasi dengan si bayi.

Hutan, pemukiman, pantai, hutan, pantai, pantai, pantai, pemukiman, dan masuk ke hutan lagi, hampir 40 km perjalanan kami dari Pantai Tiram tadi, jalanan yang lebih banyak bebatuan jelas mengulur waktu kami untuk segera tiba, lebih lama. Menyempatkan mampir ke pom bensin, bahaya jika mogok di tengah perjalanan, Mak Rido yang beberapa bulan sebelum hari pernikahannya tinggal di rumah kami beberapa waktu lalu sempat lupa bahwa kini dia berada di tanah kelahirannya, berbicara menggunakan Bahasa Indonesia dengan karyawati pom bensin, di Ranah Minang berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia sangatlah aneh, si karyawati sampai memastikan dua kali dengan pendengarannya, hingga Mak Rido tersadar segera mengganti bahasanya dan kami pun tertawa.

Sekitar 5 km sebelum sampai, Sopir berhenti di depan rumahnya, selanjutnya Mak Rido yang membawa kami sampai ke rumah. Mereka telah menunggu kami, itu jelas. Beberapa para lelaki disana langsung ke atas, rumah Uwai sedikit ke bawah.
Aku? Jelas bahagia, akhirnya pantat ini lepas dari dudukannya, perjalanan ini bahkan lebih jauh dan melelahkan dari Jakarta-Padang via pesawat terbang, hehe.

****

Hari kedua, kami memutuskan untuk beristirahat saja. Menjelang H-2 hari pernikahan, diawali dengan sarapan pagi dirumah Uwai Sani, rumahnya bersebelahan dengan rumah Uwai, masih satu halaman, beliau menjual sarapan pagi seperti sala bule, ketupat sayur, bakwan, dan gado-gado Padang. Harganya tentu murah sala bule dan bakwan hanya  500 rupiah, padahal bakwannya lebih besar dari telapak tangan. Sementara ketupat sayur hanya 2.000 rupiah dan gado-gadonya 3.000 rupiah. Murah banget bukan?!

Hari ketiga, kami tidak bisa kemana-mana, lebih tepatnya bingung karena acara pernikahan sebentar lagi. Aku memutuskan untuk ikut mama pergi bersama Mak Riko, Mak Don berserta baruak (monyet) dan anjingnya ke kebun memetik jariang (jengkol) dan cubadak (nangka) untuk acara pernikahan. Kakak, Suami, dan anaknya tidak ikut. Aku sendiri sebenarnya takut dengan anjing, ada sedikit trauma semasa sekolah dasar dulu. Siapa sangka baruak lah yang memetik jariang itu, pohon jariang tinggi-tinggi, berjenis kelamin perempuan baruak ini sedikit lamban. Mak Don terus membimbing baruak, mengarahkan dan sesekali meneriaki. Mak Riko beberapa kali memunguti jariang yang sudah dilempari ke atas tanah, sambil berhati-hati, jika tidak - bisa ketiban jariang yang dilempar si baruak. Aku sesekali juga ikut membantu mengambil, jariang disini rata-rata bentuknya menyatu karena yang ku tahu buahnya satu per satu. Sempat dilarang karena jariang berjatuhan tidak menentu, "nanti aja dipungutnya kalo udah selesai" kata Mak Riko. Mak Riko pergi ke arah pohon pisang, Aku sendiri sibuk memotret jariang dari ponselku, mengabadikan. Entah ini norak atau tidak.

Jariang (Jengkol)

Lalu Aku mengikuti Mama, melewati jalan setapak, sedikit takut karena mendadak ada jawi (sapi) yang sedang mencari makan. Ternyata Mama mengajak memetik manggis, pohon yang tumbuh ditanah yang miring ini memudahkan kami memetik buahnya, sedang tidak banyak buahnya dan banyak yang belum matang, tapi sudah bisa dimakan, rasanya pun manis. Aku sesekali kembali sibuk memotret hasil petikan kami, dilanjuti memetik buah cokelat. Sesekali Mama menceritakan masa kecilnya dengan pohon-pohon manggis ini.

Buah Manggis

Buah Cokelat

Dengan membawa beberapa buah manggis dan 2 buah cokelat kami kembali ke pohon jariang tadi, Mak Riko pun sudah berada disana dengan pisang hasil petikannya.

Buah Pisang
Manggis yang ku letakkan di baju ku membuat getah menempel, pulanglah Aku dan Mama lebih dulu dengan membawa pisang, manggis dan cokelat tadi. Mak Don dan Mak Riko masih menunggu baruak memetik jariang, masih lama karena minimal satu karung kebutuhan kami. Menjelang makan siang Mak Don ban Mak Riko pun pulang dengan karung yang sudah terisi hampir penuh. Eh bagaimana dengan cubadak? Mereka memetiknya tapi butuh motor dan ranjang untuk membawa beberapa cubadak yang besar-besar, Aku tidak sempat memotret.

Hari ke empat dan lima adalah acara pernikahan. Aku akan cerita sedikit tentang ini, sepengetahuan dan sepenglihatan ku. Jumat malam sekitar jam 23.00 dengan samar-samar Aku mendengar karena Aku sendiri sudah tertidur, Urang tuo dari pihak perempuan sudah datang untuk menjemput dan jelas ruang tengah tepatnya di depan pelaminan sudah ramai. Ada sedikit prosesi sebelum Urang tuo membawa calon marapulai, dan akhirnya Aku memutuskan untuk mengintip. Mak Rido yang sudah memakai kemejanya di dandani dengan urang-urang tuo tadi dan beberapa hal yang dilakukan yang Aku tidak tahu tentang ini di lanjutkan dengan makan basamo, prosesi ini berlangsung hingga sekitar jam 2 pagi. Setelah itu semua sibuk mempersiapkan motor dan mobil untuk pengiringan nanti, setelah memakai jasnya. Orang-orang sudah memakai baju terbaik dengan riasan wajahnya.

Kakak, Sakha, dan Uwai tidak ikut. Aku sendiri ikut dengan mobil bak terbuka, tanpa dandan dan baju seadanya memutuskan untuk pergi. Cuaca jelas cukup dingin, membuat mata kantuk jadi terang. Berdiri di sisi depan sambil berpegangan atap depan mobil Aku cukup menikmati jalan sepagi buta ini. Belum ada penerangan dari pemerintah, hanya penerangan dari rumah-rumah yang jarang di daerah ini yang menerangi perjalanan kami, tentu dengan penerangan dari mobil ini. Mobil kami yang terakhir juga cukup ketinggalan jauh.
Tibalah kami di rumah mempelai wanita, duduk di ruang utama tepat di depan pelaminan. Sambil menunggu penghulu, makanan ringan pun silih berganti datang. Di awali dengan suguhan kopi hitam. Jam 03.00 pagi akad dilaksanakan, makanan ringan dan gelas-gelas tadi diambil kembali, mendekati prosesi akad. Sempat terjadi gempa bumi, tidak terlalu besar tapi cukup membuat kami sedikit panik.
Tibalah di waktu ijab qobul, dua kali salah, hingga ketiga kali pembacaan akhirnya SAH. Dan dilanjuti dengan berbagai macam prosesi adat di Sumatera Barat ini, salah satunya adalah menyabet anak daro dan marapulai dengan lidi dan diakhiri dengan siraman air dari gelas ke muka mereka, agar mereka tidak nakal nantinya mungkin begitulah makna yang bisa Aku ambil. Acara akad diakhiri dengan makan basamo kembali, jangan heran jika kamu berkunjung ke Padang, makan nasi adalah hal yang sering ditawari. Dan pulanglah kami masih bersama Mak Rido. Aku pikir Mak Rido akan tetap disini, Mak Rido akan kembali kesini jam 10.00 nanti. Aneh rasanya setelah ijab qobul pengantin terpisah. Hari ini, 20 Juli 2018 acara di rumah anak daro (sebutan untuk pengantin perempuan) dan Besok, 21 Juli 2018 acara di rumah marapulai (sebutan untuk pengantin lelaki). Aku tidak mengikuti acara disana.

Hari ini, acara di sini. Sanak saudara dan para tetangga sibuk dengan pekerjaannya, ada yang bertugas memasak, mencuci piring, melayani tamu, mengganti isi-isi makanan di meja (cara makan di sini tidak seperti di Jakarta dengan tata prasmanan, tapi seperti makan basamo lauk-lauk dihidangkan potong per potong di piring, satu piring satu potong. Nanti tamu tinggal memilih bebas semua lauk dan makan apa saja, tanpa sendok. Air minumnya pun tidak dari minuman kemasan gelasan, tapi disediakan cerek  dan gelas). Semua yang dilakukan hasil kerja bersama tanpa bayaran kecuali makan bebas. Jika di Jakarta kita tinggal menyewa orang untuk melakukan semuanya melayani kami. Banyak sekali prosesi dari 3 hari 2 malam acara pernikahan disini, Aku tidak bisa menceritakan semuanya, selain tidak begitu hafal juga karena tidak semua ku ikuti. Meski jadi photographer dadakan bahkan Aku tidak sempat memindahkan beberapa foto prosesi-prosesi ini ke memory ku. Mungkin lain kali jika ada kesempatan Aku bisa menceritakan lebih detail lagi tentang adat pernikahan ranah minang ini.

By the way, ini Neneknya Mama. Masih kuat jalan jauh menurun dan mendaki meski penglihatannya sudah sedikit kabur. Baru bisa bertemu di hari kelima, Mak Riko yang menjemput. Di hari sebelumnya Aku sempat meminta segera bertemu, namun Nenek Uyut sedang sembahyang 40 hari di surau (surau adalah masjid), orang tua disini akan melakukan ini di masa tua nya, hidup di masjid fokus pada ibadah.


Hari keenam pun akhirnya kami memutuskan keluar hutan ini. Terbiasa dengan keramaian kota membuat Aku sedikit asing dengan suasana kampung, dan berbahagialah ketika bertemu dengan pemandangan lain.


Kami tidak bisa pergi dengan Mak Rido.  Mak Rido masih sibuk dengan segala printilan sehabis pernikahannya. Mak Rido satu-satunya orang yang bisa mengendarai mobil di keluarga kami. Tapi Mak Rido menghubungi Sopir yang menjemput kita kemarin, temannya. Untuk mengantarkan kita. Tujuan Mama hari ini adalah berkunjung ke Kampung Ayah. Orangtua Ayah, Uwai dan Ungku (salah satu panggilan Kakek di Padang) telah tiada, tapi masih ada banyak saudara disana, termasuk rumah Kakak Ayah yang satu-satunya masih hidup tinggal di belakang rumah Uwai. Meski Ande As (Ande, salah satu panggilan Tante di Padang) berada di Jakarta yang sedang menemani anaknya berobat, kami tetap mengunjungi rumahnya, itu pesan Ande As sewaktu di Jakarta, ada anak pertama dan cucunya dirumah. "Nanti mampir ke rumah Ande yo" ucap Ande As dengan logat Padangnya, Ande As sendiri sebenarnya susah berbahasa Indonesia.

Pulang dari kampung halaman Ayah, kami mampir ke pantai, pantai yang kami lewati saat keberangkatan tadi. Kampung halaman Ayah sendiri sebenarnya tidak jauh dari pantai, hanya berjarak 1 km lebih. Dan lebih dekat dari bandara. Menepilah kami di Pantai Gandoriah dan Pantai Cermin yang disarankan, kami mengikuti saran dari Mak Don, anak Uwai Sani. Dua pantai ini bersebelahan, di depan Pantai Gandoriah ada pulau kecil yang bernama Anggso Duo, pemandangan disana lebih indah, sayang ombak sedang tidak tenang, jadilah kami menikmati sore hari di pantai ini.

Lewat jembatan ini orang-orang menuju Pulau Angso Duo
Sedang ada sunset, Tau kah? biasanya di Jakarta kalau matahari sudah tenggelam langit disusul menghitam menuju malam. Tapi karena sedikit perbedaan waktu, setelah sunset hilang langit ini masih cerah.

               
Pantai Gandoriah
Pasir, Pariaman Tengah
Pantai Gandoriah
Pasir, Pariaman Tengah



             
Pantai Cermin
Pariaman
Pantai Cermin
Pariaman

Hari ke tujuh tujuan utama kami adalah jam gadang, Kakak yang 4 tahun lalu pulang kampung tidak sempat ke sana, keinginan untuk mengunjungi maskot kota ini tinggi.

Aku tidak semobil dengan Mama, Kakak, Kakak Ipar, dan Sakha. Mak Sutam (anak pertama Uwai Sani) yang menunjukkan jalan ada di mobil kami. Lewat kelok 44, meski kelok 9 yang paling terkenal, tapi kelok 44 tidak kalah indah, lihatlah foto-foto ini, saat kami berhenti beristirahat di kelok 43, sungguh merupakan salah satu surga dunia bukan? Pemandangan Danau Maninjau dari atas.

Di kelok 43
Kelok 44 Tour de Maninjau


Selepas melewati kelok 44, kami mampir ke salah satu tempat wisata baru yaitu Puncak Lawang, dulu tempat ini biasa disebut embun. Sisi lain pemandangan Danau Maninjau. Ada paralayang disini, paralayang yang tertinggi di Indonesia, kamu harus merogoh kantong dalam-dalam jika ingin menaikinya. Disini pula kami makan siang.


              
Puncak Lawang
Kabupaten Agam, Sumbar
Puncak Lawang
Kabupaten Agam, Sumbar


Setelah itu, menujulah kami ke tujuan utama, Jam Gadang letaknya di Bukittinggi, tidak jauh dari Goa Jepang. Tau kah kami kecewa? Tanpa kroscek terlebih dahulu, ternyata jam gadang sedang tahap renovasi, di pagari dengan seng-seng, kami hanya melihat ujung maskot kota ini, itu pun tanpa turun dari mobil. Untuk Jam Gadang jelas tidak ada potret yang diabadikan. Sempat bingung akan melanjutkan perjalanan kemana, hampir pukul 15.00, Aku sendiri menginginkan tempat wisata Lembah Harau tapi kata Mak Sutam dengan waktu yang mepet seperti ini tidak bisa dipaksakan kesana. Kami kembali ke Pariaman, maka melajulah Kami ke Batang Aia Anai (Air Terjun), jalan ini juga jalan menuju pulang nanti. Dan untuk foto disini masih di kamera Mak Rido, belum sempat di bluetooth :(.  Sakha lebih antusias melihat air terjun ketimbang air laut haha, di cuaca dingin bahkan dia merengek meminta turun, jelas tidak diizinkan.

Hanya 1 jam, kami pun kembali memasuki mobil masing-masing. Pulang. Eh tapi ternyata tidak jauh dari gang utama menuju rumah, berbeloklah kami ke arah laut. Pantai Penyu. Sebelum ke pantai kami ke arah Hutan Mangrove yang berada di belakang penangkaran penyu, Sakha dan orangtuanya tidak ikut karena diteriaki orang sana, jangan kesana sudah mau malam kasian bayinya. Hanya beberapa menit kami langsung berbalik, Aku sempat memotret tapi hasilnya tak bagus karena buru-buru, maka dihapuslah. Lanjut ke penangkaran penyu, dari yang masih telur sampai induk yang besar ada, hm lagi-lagi Aku lupa motret. Dan inilah Pantai Penyu, ada yang sibuk memakan sate padang dan tipang, Aku tak mau ketinggalan sunset nan indah ini, segeralah berlari sendiri membawa tripod dan ponsel untuk mengabadikan ini.

Pantai Penyu
Pariaman

Hari kedelapan  sebenarnya hanya Aku  yang diajak Neng (Anak pertama dari Mak Cuik, kakak kedua Mama) istrinya menyuruh Neng pergi membawa Aku jalan-jalan ke Pantai Kata, tidak dengan mobil seperti perjalanan sebelum-sebelumnya, kali ini pergi naik motor, Mama dengan Mak Sutam, Kakak dengan Suami dan Sakha, Aku dengan Neng, dan Lina (adik Neng) dengan temannya. Sesampainya di sini, kami memesan mie (Aku lupa namanya) dengan level tasandak (tersendak) level tertinggi, kelapa muda, dan milk shake. Sesekali ditengah perbincangan dan makan-makan ini Aku membawa Sakha menuju pinggir pantai, menjaili. Sakha masih belum berani dengan air laut, tidak seperti pertama kali di Pantai Cermin kemarin yang langsung menangis ketika tersentuh buih yang menghampiri, kali ini dia cukup berani hanya melihat, meski beberapa kali masih takut.

            
Pantai Kata
Pariaman
Pantai Kata
Pariaman

Setelah dari Pantai Kata, Aku di ajak Neng dan adiknya ke Hutan Pinus yang tidak jauh dari Pantai Kata. Disinilah Aku berpisah dengan Mama, Mak Sutam, Kakak, Kakak Ipar, dan Sakha, mereka akan pergi ke pasar dekat sini untuk membeli oleh-oleh.



Hutan Pinus
Patiaman

Hari kesembilan akhirnya ke Lembah Harau, hanya kami yang pergi dan supir baru, beserta Mak Sutan yang ikut untuk menunjuk kami jalan pintas. Melewati gunung (ah lagi-lagi Aku lupa namanya), kata Mak Sutam nanti kalo ada temannya yang nanya udah pernah ke gunung ini bilang ajah udah, keliling malah. Haha.

                 
Lembah Harau
Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Koto
Lembah Harau
Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Koto

Cukup jauh perjalanan kesini, jadi agak sedikit lama disini, sampai benar-benar puas. Setelah itu, lanjutlah kami ke Istana Basa Pagaruyung. Salah satu maskot Sumatera Barat, wajib dikunjungi.

              
Istana Basa Pagaruyung
Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar

Istana Basa Pagaruyung
Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar
             
Belakang Istana Pagaruyung
Belakang Istana Pagaruyung

Berbeda dengan di Lembah Harau yang cukup lama, disini dilakukan buru-buru, selain tempat ini akan tutup pukul 17.00 tentu karena perjalanan kami jauh. Kami melewati jalan yang berbeda, lewat Danau Singkarak untuk mampir membeli oleh-oleh yang ku bawa, karena Aku tidak ikut Mama dan Kakak kemarin ke pasar, padahal di tempat mereka beli tempat yang terkenal dengan oleh-oleh yang rasanya enak. Di perjalanan ini juga Aku akhirnya tahu perbatasan Kota Padang dan Kota Medan. Setelah Aku memilih oleh-oleh, Mama masih sibuk memilih ikan bili, ikan termahal yang bulan puasa lalu harganya hampir 600.000/kg. Ikan ini hanya ada di Danau Singkarak.  Aku di tarik Mak Sutam ke pinggir danau, tepat dibelakang bilik tempat oleh-oleh, sudah gelap, cuaca juga mendung ditambah kilat-kilat, air menghantam pinggir dengan keras, Aku sedikit takut untuk terlalu dekat, akan hujan besar. Dua kali Mak Sutam memotret ku, tapi hasilnya tidak baik karena tak ada penerangan, dengan blitz malah membuat foto jadi buruk. Persis ketika air turun dari langit, kami memasuki mobil, pulang.


Dan,

Hari ke sepuluh hari terakhir kami disini, Jadwal penerbangan kami tepat saat Magrib nanti, 1 mobil dan 2 motor, dari pagi kami sudah siap, dengan membawa koper-koper kami akan mampir ke Pasar Pariaman terlebih dulu, masih dari bagian prosesi adat pernikahan, Uwai akan membelikan barang-barang dapur untuk anak daro. Lanjut dari sini sebenarnya akan makan siang di pantai, tapi cuaca tak mendukung, hujan. Maka meneduhlah kami di Stasiun Pariaman  yang berada di depan pasar, sambil menunggu para lelaki sholat jumat.

Inilah penampakan stasiun disini, tidak besar. Jendela dekat pintu masuk itu adalah loket untuk membeli tiket, para penumpang akan menunggu diluar bukan di peron, kereta disini hanya 2 kali beroperasi setiap hari, Pagi dan Sore.

Stasiun Pariaman

Tiba di bandara hujan sudah mulai mereda, hampir 2 jam sebelum keberangkatan kami sampai, namun karena cuaca buruk pesawat kami delay 2 jam. Mengakhiri perjalanan dan tulisan ini, Aku menggenapkan seluruh tempat yang dikinjungi, lebih dari 10 tempat wisata Sumatera Barat!
✔ 1. Pantai Tiram.
✔ 2. Pantai Gandoriah
✔ 3. Pantai Cermin
✔ 4. Kelok 44 Tour De Maninjau
✔ 5. Puncak Lawang
✔ 6. Jam Gadang (Meski tidak mampir)
✔ 7. Batang Aia Lembah Anai 
✔ 8. Hutan Mangrove Pariaman
✔ 9. Pantai Penyu
✔ 10. Pantai Kata
✔ 11. Hutan Pinus Pariaman
✔ 12. Lembah Harau
✔ 13. Istana Basa Pagaruyung
✔ 14. Danau Singkarak

Ada puluhan tempat wisata di Sumatera Barat yang masih belum dikunjungi, doakan bisa kembali, merasakannya satu per satu.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In SAJAK

Usaha

Jejak ku kadang salah, goyah, dan payah.
.
Sekuat tenaga, tanpa nada, ku meniti asa.
.
Semakin membumbung,  doa dan usaha dipenghujung.
.
- Aku (Simu)

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In

Pemerintah Kota Depok Mempermudah, Masih beralasan?


Pagi ini Kota Depok berawan, mendung yang diliputi dengan suhu 25°C memulai Senin cukup was-was untuk pergi beraktivitas.

Saya memulai hari ini dengan perjalanan menuju Kantor Kelurahan Kalimulya setelah mencari tahu info yang baru saja Saya ketahui lewat media sosial, ada inovasi baru yang di buat oleh Pemerintah Kota Depok. Inovasi yang merupakan langkah awal untuk pembangunan nasional.

(Dokumen Pribadi)

Yang kebetulan jarak kantor tersebut dari rumah kurang dari 3 km, bagi yang belum mengetahui kalian bisa search Jl. TPU Kalimulya 1 No.2, kantor kelurahan ini tepat di gang yang sama ketika menuju TPU atau persis sebelum TPU yang posisinya berada disebelah kiri jalan.

Beberapa bulan lalu, kantor induk Samsat Kota Depok yang berada di Jalan Merdeka No.2, menginfokan melalui spanduk akan adanya inovasi baru dalam pelayanan pajak dalam pembayaran pajak kendaraan (STNK) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), yaitu Samsat Masuk Desa.
Sumber: topikonline.co.id

Tampak seperti pada foto diatas, Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) menerapkan layanan Samsat Masuk Desa (SAMADES) yang bertempat di Kantor Kelurahan Kalimulya Kecamatan Cilodong.

(Dokumen Pribadi)

Dengan motto "Bebas Bergerak. Kemanapun Anda Pergi, Kami Siap Melayani" SAMADES ini sudah berjalan selama kurang lebih 6 bulan. Jam pelayanan yang di mulai dari jam 09.00 - 14.00 kian mempermudah masyarkat dengan jarak yang semakin dekat, terlebih ketika pembayaran di fokuskan pada kantor induk mengalami penumpukan yang cukup menguras waktu.

(Dokumen Pribadi)

Samades menambah inovasi baru, meski pembayaran pajak juga dapat dilakukan via ATM namun punya sejumlah kelemahan dan pembayaran online lainnya yang dapat dilakukan di kantor pos ataupun bank, serta mobil keliling yang sudah disediakan tapi pelayanannya terjadwal.

Pemerintah kian mempermudah bukan? Selain mempermudah, pemerintah juga berharap masyarakat setempat dapat memenuhi kewajibannya dengan di dukungnya lewat samades ini tanpa perlu jauh-jauh ke kantor induk jika yang dikeluhkan selama ini mengenai wadah pelayanan.

Ayo bayar pajak! Bangga bayar pajak karena orang bijak ya bayar pajak.

Eits kenapa pajak sih? Pajak itu sendiri adalah kontribusi wajib rakyat kepada negara bersifat terutang dan memaksa namun tetap berdasarkan undang-undang, kewajiban membayar pajak ini sendiri diberlakukan baik secara perseorangan maupun suatu badan usaha, meski rakyat tidak mendapatkan imbalan langsung namun dana ini digunakan besar-besaran untuk keperluan negara yang merupakan salah satu bentuk dari memakmurkan rakyat. Membentuk rakyat untuk membangun daerah, dan membangun negeri dari daerah itu sendiri.

Banyak masyarakat yang belum taat dalam menyetor pajak, hal ini pun terjadi karena kurangnya informasi dari manfaatnya pajak itu sendiri. Selain itu perlunya membangun jati diri agar lebih taat dengan pengaturan pemerintah, kita pun perlu melihat dan merasakan apa yang sudah kita dapatkan. Seperti pada Kota Depok yang tiap hari semakin maju dan merata pembangunannya.

Selain wajib, pajak juga merupakan hak dari setiap warga negara karena rakyat ikut berpartisipasi dalam membangun negeri secara nasional, dimana pajak yang dibayar adalah sumber utama penghasilan negara. Mulai dari diri sendiri untuk diri sendiri.

Jadi, tidak ada alasan lagi untuk menunda pembayaran pajak jika pemerintah sudah mempermudah aksesnya. Jangan buat diri rugi dan menunggu di tilang hanya karena menunda membayar terlebih menimbulkan denda yang besar. Ok!

*Jangan lupa beritahu keluarga, saudara, dan kerabat lainnya tentang samades ini. Karena orangtua Saya sendiri pun baru tahu soal ini.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Aku (Simu)

My photo
: Tuang kata, ukir makna, pena menari, acak akal, kaya-karya.

Comments