Aku pikir hari akan menjadi hari yang lebih baik. Ternyata
tidak, itu menurutku. 29 Maret 2013 kemarin aku ingat sekali rasa bahagia yang
aku rasakan saat aku mengetahui telah berhasil menjadi teman dia. Dia yang
selalu aku incar untuk dijadikan teman, dia yang aku percaya akan menjadi teman
terbaik.
Hari ini pertemanan itu sudah berjalan 2 bulan,
kalian tahu hubungan dalam 2 bulan ini menghasilkan banyak pelajaran. Aku merasa
bukan 2 bulan mengenalnya, lihat saja aku begitu hafal dengan apa sikap dan
ucapan dia, ya kita amat sangat dekat sekali. Bayangkan memiliki seseorang yang
dipercaya untuk dijadikan teman itu tidak mudah, tapi aku selalu percaya dia
yang terbaik dan 2 bulan inilah jawabannya.
Ya Allah maaf, kenapa aku harus menangis dihadapan
Mu kembali :’( Aku memang tidak pernah tahu isi hati dan perasaan dia
seutuhnya, tapi bukankah aku selalu mencari tahu, selalu. Kenapa dihari yang
harusnya aku pikir tak akan ada air mata, justru aku kejer sekali menangis malam
ini :’( aku pasrah, sedih ini tak terbendung, bahkan aku harus mengulang shalat
isya karena sejak takbir pertama saja air mata ku masih mengalir, dan tak bisa
tertahan disujud rakaat kedua. Aku kesal, aku benci, aku rindu, aku takut, aku
bingung, aku lelah, aku pasrah, ini… ini yang membuat ku bingung. Kenapa? Kenapa
kata “menjauh” selalu terucap dari bibirnya? Seolah dia memang ingin sekali
melakukan itu. Aku? Aku yang sejak 2 bulan ini selalu berusaha mati-matian
mempertahankan hubungan ini tak terbalaskan. Entah apa dia ingin hal yang sama
atau bahkan tidak. Tapi kenapa sikap dia selalu memberi harapan yang aku
nantikan? :’( saling sayang? Tapi seperti ini? Saling menjaga? Tapi Cuma aku
yang selalu bertahan. Mengalah? Tapi selalu sama-sama sadar. Bosan? Kalimat itu
bahkan dia ucapkan. Aku? Ya aku hanya bisa menangis, ini yang selalu aku
lakukan jika rasa sesak itu tak tertahankan, aku sakit, dia bahagia? Entah…
tapi bukankah aku selalu berusaha bahagia jika orang yang aku sayang bahagia? Bukankah
aku selalu berusaha tersenyum meski hati ini teriak menangis.
Hari ini, aku telah kehilangan teman dikelas yang
aku pertahankan. Bahkan aku telah menjaga jarak sebisa mungkin, aku terlalu
sakit, iri, dan cemburu… meski aku tetap harus membantu dia dalam pelajaran. Dia?
Mana pernah peka dengan apa yang aku tindaki, egois dan masa bodo dia yang
telah membuat keadaan seperti ini. Bahkan aku tak bisa tertawa jika dia
mengajak bercanda, pikiran ku telah utuh, sempurna mulai mencoba melepaskan
dia. Aku bahkan kembali berjanji tidak akan cerita apapun lagi padanya. Untuk apa?
Dia lebih percaya dengan teman itu, teman yang aku satukan dalam kelompok
matkusi kemarin. Sementara aku? Aku yang dari awal dikelas ini telah memilih
dia, tapi tidak dengan dia. Ya, aku ingat aku telah melakukan kesalahan padanya
yang mungkin membuat dia tak pernah mau terbuka denganku kembali. :’( sempurna
kini aku cemburu dan sedih.
Dan, untuk malam ini… apa aku juga harus kehilangan
teman kembali? Teman satu-satunya yang aku harapkan justru kembali meminta dan
memilih menjauh. Mempertahankan? Apa bisa? Batu besar saja bisa hancur dengan
tetesan air. Apalagi aku? Dihantam perasaan seperti saja telah hancur. Ya Allah
berlebihan kah? Tapi bukankah sejak dulu jika soal pertemanan aku selalu
menangisi, teman yang aku sayang justru yang selalu berhasil membuat air mata
ini mengalir. Apa kesendirian itu telah Kau takdirkan dalam hidupku? Apa selalu
rasa sepi yang pantas aku rasakan? Setidaknya malam ini aku merasa SENDIRI
LAGI. :))
“Percuma banyak orang bilang jangan bersedih kalau
nyatanya berat ku alami.sendiri… setiap hari” – Lagi-lagi Sendiri
“Mengapa hidup begitu sepi, apakah hidup seperti
ini? Mengapa ku selalu sendiri, apakah hidup ku tak berarti?” – Langit Tak
Mendengar
“Sendiri menyepi, sendiri menyepi… tenggelam dalam
renungan. Ada apa aku seakan ku jauh dari ketenangan, perlahan ku cari, mengapa
diriku hampa… mungkin ada salah…” – Sendiri Menyepi
“Pernah berfikir tuk pergi, dan terlintas tinggalkan
kau sendiri, sempat ingin sudahi sampai disini, coba lari dari kenyataan tapi
ku tak bisa” – Ku Tak Bisa
“Sendiri. Kini aku sendiri lagi. Entah susah entah
hati pedih, tak peduli. Sendiri. Mungkin lebih baik begini….” – Sendiri Lagi
“Tinggal ku sendiri dalam sepi ini tiada yang teman
ku lagi. Tak sanggup hati ini sendiri begini tanpa dirimu…. Mengapa oh mengapa
kau tinggalkan diriku, ku tak tahu ku tahu salah kepadamu hingga kau pun tega
tinggalkan diri ku sendiri, sendiri lagi” – Sendiri Lagi