In RESENSI BUKU

Senandung Bisu Oleh Aguk Irawan M N


Judul Buku: Senandung Bisu
Pengarang: Aguk Irawan MN
Penerbit: Republika Penerbit
Tahun Terbit: 2018
Tebal Buku: VIII + 388
Harga: Rp 85.000,00

Aguk Irawan MN, menceritakan sebuah kisah seorang anak dan segelintir masalah yang benar-benar terjadi di dunia ini, bahkan mungkin di kehidupan sehari-hari, entah cerita ini di angkat dari kisah nyata atau fiktif belaka, tapi Aku merasa ini nyata.

Bagi semua orang, anak adalah permata surga, hiburan bagi pandangan mata, cahaya jiwa, dan tambatan hati. Meski banyak juga yang tak punya hati membuang anaknya atas sebuah "kecelakaan nafsu" tanpa ikatan, tapi Rahim berbeda, Rahim tidak lahir atas kecelakaan itu, Rahim lahir dari orang tua yang sah, menjadi anak bungsu.

Dlori dan Zulfin adalah orang tua Rahim, mereka memang tidak membuangnya. Awal keluarganya bahkan penuh dengan cinta dan kasih sayang, bahagia, dan berkecukupan, tapi tau kah kalian? Jika dibuang dapat membuat Rahim mendapatkan cinta dan kasih sayang meski bukan dari orang tua kandungnya, Aku lebih memilih hal itu terjadi pada Rahim, anak bungsu yang memang seharusnya mendapatkan semua itu, dari orang tua dan kakak-kakaknya.

Tapi takdir berkata lain, Rahim "terpaksa" hidup bersama orang tuanya di Desa Siwalan yang kental dengan agama juga istiadat Jawa. Ajaran suci menyatakan bahwa surga di telapak kaki seorang ibu, tapi adakah surga di bawah telapak kaki ibunya Rahim?.

Rahim diperlakukan tidak adil. Orang tuanya tak pernah menganggapnya ada, mengabaikannya. Ketika semua anaknya kenyang sarapan, Rahim tidak makan hingga siang terkecuali atas belas kasihan orang lain, dan orang tuanya tak peduli meski telah berjanji. Empat kakaknya harus sekolah tinggi dan menggapai kesuksesan, Rahim justru sengaja dibutakan akan huruf dan angka.

Novel yang mengajarkan kehidupan harus dibawa seperti apa, tentang bertetangga, tentang mulut yang membawa iri dan dengki serta kebanggaan atas sebuah kesalahan fatal, konflik berkepanjangan, tentang merendahkan, tentang kesuksesan anak yang dibanggakan-salah, tapi menyadarkan, juga menyesakkan, dan tentang kematian.

"Mereka mengira sedang melangkah dalam jalan kehidupan, padahal sesungguhnya mereka tengah menapaki jalan kematian" Hal: 315.

Di umur dua puluh dua, Rahim tidak menjadi apa-apa, sementara kakak pertamanya Harun bekerja di sebuah perusahaan yang bonafit di Jakarta. Aisyah kakak keduanya telah menjadi dosen negeri di Bandung. Umi kakak ketiganya hampir menyelesaikan kuliah kedokteran dan telah ditawari beberapa pekerjaan dari beberapa rumah sakit maupun klinik setelah lulus nanti. Dan kakak keempatnya Musa, kini dibiayai Harun dan Aisyah sekolah di luar negeri.

"Orang bilang: Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Tetapi orang lupa bahwa ada angin, ada kekuatan alam, ada faktor-faktor lain, yang bisa membuat buah melayang jatuh tetapi jauh dari pohonnya!" Hal.189.

Aku baru pertama kali membaca karya Aguk Irawan MN ini, ada beberapa bagian yang sering diulang, awalan yang panjang dan membuat bosan. Tapi tau kah? Jika kalian bertanya buku apa yang paling rekomendasi dari seluruh buku yang pernah ku baca, Aku akan menjawab buku ini. Dan kalian akan sepakat jika sudah membacanya.

Sepenggal sinopsis yang akan menambah kalian harus memiliki buku ini, dan jangan biarkan berhenti di diri sendiri, ajak seluruh keluarga dan seluruh orang yang kamu kenal untuk membacanya, Insyaa Allah perubahan hidup akan terjadi, selamat membaca!
Surga.... Ajaran suci menyatakan bahwa di telapak kaki seorang ibu-lah surga berada. Maka akal pun bertanya: Ibu yang bagaimana? Apakah di setiap tapi ibu, tanpa memedulikan wataknya, sifatnya, perangainya, tingkah-laku dan perbuatannya? Adakah surga di bawah telapak kaki ibunya Rahim dalam kisah novel ini? Rahim.... Dia adalah anak bungsu, anak terakhir. Bapak-ibunya--sebagaimana keyakinan sebagian orang--percaya filsafat yang menyatakan "banyak anak banyak rezeki". Awal kehidupan Dlori dan Zulfin--orang tua Rahim--diliputi suasana penuh cinta dan kasih sayang, bahagia, dan berkecukupan.
Kehidupan keduanya membuat iri para tetangga. Para tetangga sering berkasak-kusuk, saling memamerkan kelebihan, membangga-banggakan harta, anak, dan keturunan. Telinga pun memerah dan hati terasa sangat sakit karenanya. Zulfin terjebak pada perbandingan-perbandingan itu, dan "memaksa" diri dan suaminya agar bisa membuktikan pada semua orang bahwa walau anaknya banyak, mereka akan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan. Nafsu untuk memburu kesuksesan dan kebahagiaan di satu sisi lain, telah memerangkap pasangan suami istri itu ke dalam kubangan sedih dan air mata. Si bungsu Rahim menjadi korbannya.


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Aku (Simu)

My photo
: Tuang kata, ukir makna, pena menari, acak akal, kaya-karya.

Comments