In Favorit

Aku pasien Labioplasty (Celah pada Bibir / Bibir Sumbing) & Palatoplasty (Celah pada Langit-langit)

 


Bagaimana aku mulai menulisnya? Sedang banyak penulis mengatakan bahwa semua yang terjadi tak perlu di umbar, simpan baik-baik dan kita akan merasakan spesialnya. Tapi beberapa juga mengatakan  untuk menunjukkan adanya diri kita, membuktikan untuk puluhan dan ribuan tahun ke depan, kita butuh sebuah tulisan. "Menulislah agar anak cucu mu yakin bahwa kau pernah hidup". Ah, aku sepakat cukup malaikat yang menuliskan segala yang baik dan buruknya kita, membuktikan siapa kita kepada Sang Pemilik Semesta ini. Tapi bukan itu.

Namaku Siti Munawaroh, sekarang aku lebih dikenal dengan Simu. Rasa terima kasih ku terus mengalir pada mereka yang membuat nama panggilan ini sejak 2004 lalu. Karena apa? sedikit rasa sedihku hilang, yang biasanya ketika seseorang bercerita atau bertanya tentang Siti, iringan fisik pasti disentuh. Tapi kini tidak lagi?

Ya, aku dilahirkan dengan adanya robekan pada bibirku, juga tanpa adanya langit-langit. Orang lihat, aku begitu sabar dengan ini? padahal sampai di usia sekarang ini saja kadang aku masih tidak terima, bukan karena fisiknya melainkan karena omongan orang yang mudah sekali menyentuh hati, ini masih menjadi satu-satunya hal yang mudah sekali membuatku menangis.

Aku pernah bertanya berkali-kali dalam doa, kenapa harus aku yang mendapatkannya dikeluarga ini? Orang tua ku memiliki enam anak, dan hanya aku. Ya, aku pernah iri. Aku marah? Tidak. Karena aku tahu setiap orang tua tidak pernah menginginkan anak-anaknya kekurangan satu pun, setiap orang tua ingin anak-anaknya lahir dalam keadaan sempurna ke dunia ini.

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Jika aku tahu sejak lahir aku tak minum ASI, mereka bilang karena aku tidak doyan, tapi kini aku mengerti keadaan ini yang memang tidak memungkinkan  untuk mengosumsi ASI, akan membuat ku tersendak tak bernafas. Hingga akhirnya susu sapilah yang aku konsumsi. Aku marah? Tidak, bahkan aku tahu usaha keras mereka ketika membeli berkaleng-kaleng dan berdus-dus susu terbaik. 

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Minder? Itu jelas ada, ketika semua riang bercerita dan bernyanyi tanpa beban. Aku justru terus mengurungkan diri untuk tidak berbicara banyak bahkan sering kali memilih diam dan tak mengeluarkan sedikit nada saja, itu karena aku tahu akan ada "Apaan? Ah gak ngerti" atau tawa. Aku marah? Tidak, justru semudah ini Allah memberi cara membahagiakan siapa saja, iya siapa saja yang tertawa hanya karena melihat fisikku atau mendengar suaraku. sekalipun mereka tidak mengenalku.

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Sendiri, aku pernah merasakan ini, ketika orang-orang memilih-milih siapa saja yang akan menjadi teman dekat. Temanku terhitung. Aku sering terbuang, jelas aku tidak masuk kriteria. Aku marah? Tidak, lagi-lagi aku paham ketika kesetiaan itu akan hancur jika dilihat dengan sefisik saja.

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Manfaat, aku juga pernah merasakan ini, aku tidak cerdas, tapi kerajinan yang orangtua ku ajarkan membuat aku cukup berprestasi, berulang kali masuk 3 besar, ya paling tidak terus berada dalam 10 besar. Itu yang membuat teman-teman mendekat. Aku marah? Tidak, karena lagi, aku paham semudah itu Allah menjadikan aku orang yang bermanfaat untuk orang lain.

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Bingung, aku pernah bingung ketika bersapa dengan anak kecil dan mereka bertanya "Kenapa bibir kakak ke belah?" "Kenapa suara kakak kaya gitu? Lucu". Aku marah? Tidak, selugu itu mereka bertanya meski selalu saja aku mendunduk atau menengadahkan kepala dan membendung air mata yang kapan saja mudah pecah, karena aku juga pernah bertanya dan tidak tahu jawabannya.

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Mengutuk? Tidak, bahkan ketika semua orang menghina, ketika itu juga aku meminta agar Allah tak membalasnya, tapi aku juga selalu berdoa, agar orang-orang itu merasakan apa yang aku rasakan, lewat mimpi. Aku sering meminta Allah agar mereka diberi mimpi. Karena aku tau tidak semua bisa sekuat aku. Jadi, tak perlu terbalas nyata, jika mimpi saja sudah cukup membuat sadar?. Berdoa sepenuh hati, agar tidak ada lagi anak-anak yang lahir dengan masalah yang sama.

Apa yang aku rasakan sebagai pasien? Banyak, Allah terus memberikan aku sebuah rasa, rasa yang tidak orang-orang bisa rasakan. Rasa yang luar biasa. Rasa yang membuatku terus berpikir. Rasa yang membuatku tidak menyerah. Rasa yang membuatku bahagia. Rasa yang membuatku banyak bersyukur. Rasa yang membuatku paham. Rasa yang membuatku tahu, tahu atas cerita kehidupanku yang berbeda. Lihat, menjadi berbeda itu sangat sulit, tapi Allah memberi perbedaan itu dengan mudah.

Akhir-akhir ini aku banyak bicara, bahkan sampai berani mempublikasikan saat bernyanyi. Sebenarnya yang aku rasakan biasa saja, aku berbicara layaknya orang biasa, ini serius. Ini yang menjadi bagian sulit agar aku bisa bicara lebih baik lagi, bagaimana aku bisa memperbaikinya jika yang aku rasakan layaknya orang normal. Ketika bersenandung bahkan aku merasa yakin bahwa suaraku tak kalah dengan penyanyi wkwk 😅, tapi ketika aku merekamnya, aku paham apa yang orang dengar, tidak jelas dan sumbang. Dan percayalah yang terdengar belum tentu terdengar sama. Itu mungkin efek langit-langit yang tak ada,

Agustus 2015 lalu aku operasi, dokter memberi harapan, langit-langit terbuat dari daging paha ku, aku bahagia? Entah, yang aku tahu aku merasa aneh. 23 tahun aku hidup tanpa langit-langit, membuat semuanya aneh, bahkan sempat kesal karena aku tersiksa ketika flu dan batuk menerpa. Dokter sempat meminta ku setelah 3 bulan pasca operasi aku kembali ke rumah sakit untuk latihan berbicara agar otot-otot pada pita suara ku sedikit berubah tapi aku mengurungkan diri, tak pergi ke rumah sakit. Aku rasa, aku sudah nyaman seperti ini. Ini takdirku.

Apa aku benar-benar sudah menerimanya? ikhlas dengan ini semua? Aku tidak pernah tahu, ketika berpergian aku selalu takut menghadapi kenyataan, bertemu orang-orang yang berbeda tiap harinya di jalan dengan tatapan yang sama. Allah mengurangi satu kenikmatanku, tapi Allah peka-an semua nikmat yang lain.

Alasanku menulis ini tentu bukan ingin dikasihani, rasanya rasa sayang yang timbul karena rasa kasihan itu jauh lebih menyakitkan dari rasa sakit ketika blak-blakan dihina. Aku menulisnya tentu untuk berbagi, boleh aku menitip pesan? kalian tahu? orang-orang yang terlihat jelas memiliki kekurangan fisik sepertiku ini, atau orang-orang yang memiliki kekurangan fisik dibagian lain, sejak lahir sudah menjadi olokan mereka yang tidak paham, mungkin sewaktu bayi sampai beranjak kita mulai memahami semuanya yang terluka bukan diri ini, melainkan orang-orang yang melahirkan dan merawat kami, tanpa kalian hina tatapan-tatapan penuh kejijik-an, pertanyaan yang kita tidak tahu jawabannya, tawa-tawa lepas karena puas, itu sudah cukup menenggelamkan kami - hampir mati, iya orang-orang yang memiliki kekurangan fisik dari lahir hingga meninggal pun akan selalu mendapat omongan-olokan-hinaan, jadi masihkah tetap melakukannya pada kami? dan tolong jika kamu membaca ini dan memiliki kerabat yang punya masalah yang sama, sampaikan tulisan ini padanya. Mungkin akan menyemangati hidupnya, bahwa hidup kami ternyata punya makna yang berbeda, arti makna yang lebih baik dari layaknya orang-orang normal, dan ini bukan aib.
Hi, jika kamu sepertiku dan tidak merasakan semua ini, menerimanya sejak awal, memahami, berbahagia menjalani hari, kamu hebat.

Dan akan ku sampaikan pada mereka-mereka yang ikhas menerima dan setia menemani kami, terima kasih. Terlebih, terima kasih kepada kamu yang gak pernah protes ketika kita ke tempat makan atau tempat lainnya, yang mewakili perbincangan pesanan - maju untuk memesannya, hal-hal sejenis lainnya. Terima kasih kepada kamu yang tidak pernah mengeluh ketika kami tidak ikut bernyanyi saat kalian nyanyi atau pergi ke tempat karaoke, bahkan bersedia menyanyikannya untuk kami dengan lagu-lagu yang kami inginkan. Terima kasih kepada kamu, yang terus berusaha meyakinkan kami, bahwa ini tidak apa-apa. Terima kasih kepada kamu, yang mati-matian membuat segumpal kepercayaan diri tumbuh pada diri kami. Terima kasih kepada kamu, yang ingin sekali bertanya hal yang sama tapi tidak pernah mengatakannya. Terima kasih kepada kamu, yang tidak pernah sedikit pun menghina bahkan hanya sekedar candaan aaaa iiiii uuuuu eeeee oooooo, terima kasih sudah menjaga perasaan kami.


Related Articles

0 komentar:

Post a Comment

Aku (Simu)

My photo
: Tuang kata, ukir makna, pena menari, acak akal, kaya-karya.

Comments