Stunting, apa kamu sama seperti saya yang asing dengan istilah ini? Ya! Saya sendiri memilih tema stunting karena belum tahu menahu tentang hal ini, dan saya rasa
banyak masyarakat Indonesia yang masih asing dengan istilah ini. Selain
untuk belajar sendiri, semoga apa yang saya tulis bermanfaat dan dapat menambah wawasan para
pembaca, khususnya para orang tua.
Indonesia masih mengalami masalah gizi yang belum dapat ditanggulangi dengan baik, masalah gizi yang dihadapi Indonesia saat ini terbagi dalam 3 bentuk, yaitu: sudah dapat dikendalikan, yang belum selesai, dan ancaman baru. Masalah yang sudah dapat dikendalikan diantaranya, kekurangan vitamin A (KVA) dan gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI). Masalah yang belum selesai yaitu, tingginya prevalensi anak balita stunting (pendek) yang menjadi prioritas bagi Kemenkes (Kementrian Kesehatan). Sedangkan masalah gizi yang menjadi ancaman baru yaitu, masalah gizi lebih atau kegemukan.
Dalam jurnal WHO (2014) yaitu, WHA Global Nutrittion Targets 2025: Stunting Policy Brief menyatakan bahwa tubuh stunting adalah masalah umum yang terjadi pada anak-anak di dunia. Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi berdasarkan standar World Health Organization (WHO).
Indonesia masih mengalami masalah gizi yang belum dapat ditanggulangi dengan baik, masalah gizi yang dihadapi Indonesia saat ini terbagi dalam 3 bentuk, yaitu: sudah dapat dikendalikan, yang belum selesai, dan ancaman baru. Masalah yang sudah dapat dikendalikan diantaranya, kekurangan vitamin A (KVA) dan gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI). Masalah yang belum selesai yaitu, tingginya prevalensi anak balita stunting (pendek) yang menjadi prioritas bagi Kemenkes (Kementrian Kesehatan). Sedangkan masalah gizi yang menjadi ancaman baru yaitu, masalah gizi lebih atau kegemukan.
Dalam jurnal WHO (2014) yaitu, WHA Global Nutrittion Targets 2025: Stunting Policy Brief menyatakan bahwa tubuh stunting adalah masalah umum yang terjadi pada anak-anak di dunia. Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi berdasarkan standar World Health Organization (WHO).
Apa
itu Stunting?
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan
gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek
(kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan
sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat
banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal
seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang
paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan
(sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang
sebenarnya bisa dicegah.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia
Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini
dikarenakan anak stunted, bukan hanya
terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga
terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi
kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia
produktif.
Permasalahan stunting
(tubuh pendek), hingga saat ini masih belum menjadi permasalahan yang
diperhatikan masyarakat. Padahal, menurut Menkes, masalah ini merupakan ancaman
bagi anak-anak Indonesia, terutama masa depan mereka agar mampu bersaing di
mata dunia.
Dalam sesi dialog interaktif Rakerkesda Kalimantan Selatan bulan Mei lalu, Menkes menyatakan bahwa data Kemenkes mencatat sebanyak 3 dari 10 anak Indonesia bertubuh pendek.
Dalam sesi dialog interaktif Rakerkesda Kalimantan Selatan bulan Mei lalu, Menkes menyatakan bahwa data Kemenkes mencatat sebanyak 3 dari 10 anak Indonesia bertubuh pendek.
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi
Balita stunting di Indonesia masih
tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Penelitian
Ricardo dalam Bhutta tahun 2013 menyebutkan balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita
di dunia dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan masa hidup sehat setiap tahun.
Tingginya angka stunting
di Indonesia, yakni dari 34 provinsi hanya ada dua provinsi yang jumlahnya di
bawah 20% (batas angka stunting dari
WHO). Untuk mengatasinya, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka stunting melalui beberapa kebijakan
kesehatan.
Wapres
Kalla menyatakan bahwa dirinya lebih suka menggunakan istilah kerdil
untuk stunting, meski diakui bahwa tidak semua stunting itu kerdil. Menurutnya, kata kerdil
lebih mudah dipahami masyarakat.
“Saya lebih suka menggunakan istilah kerdil. Kerdil
fisiknya (dikhawatirkan) kerdil otaknya. Walaupun ada juga yang tidak kerdil,
tapi umumnya pendek, ya kerdil,” tukas Wapres.
Apa
ciri Stunting?
Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Soedjatmiko
mengatakan sebanyak 20% bayi baru lahir di Indonesia terlahir pendek. Jika bayi
lahir pendek, maka berat lahirnya kurang.
Remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka
memiliki tinggi badan yang pendek atau disebut stunting. Rata-rata tinggi anak Indonesia lebih pendek dibandingkan
dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5cm pada laki-laki dan lebih pendek
9,8cm pada perempuan.
“Itu kuncinya,
agar saat anak lahir beratnya tidak kurang dari 2500 gram dengan panjang badan
tidak kurang dari 48 cm”, terang Dr. Kirana.
Apa
dampak dari Stunting?
Masalah stunting
merupakan ancaman bagi Indonesia, karena anak stunting tidak hanya terganggu pertumbuhan fisik tapi juga
pertumbuhan otak. Efeknya, SDM menjadi tidak produktif yang berdampak pada
terganggunya kemajuan negara.
Stunting ini dapat menimbulkan dampak jangka pendek, diantaranya
penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan
sistem metabolisme tubuh yang pada akhirnya dapat menimbulkan risiko penyakit
degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan
obesitas.
Mengapa
terjadi Stunting?
Stunting dapat disebabkan karena kelainan endokrin dan kelainan non endokrin.
Penyebab terbanyak dari stunting adalah kelainan non endokrin yaitu penyakit
infeksi kronis, gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal, penyakit jantung
bawaan, pola asuh ibu, faktor sosial ekonomi keluarga dll (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2009).
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Bagaimana
mencegah Stunting?
Kebijakan penurunan stunting
di antaranya dilakukan melalui komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara,
kampanye nasional yang berfokus pada pemahaman, perubahan perilaku, mendorong
kebijakan Nutritional Food Security, dan pemantauan serta evaluasi. Ada pula
penentuan lokasi penanganan stunting,
yakni 2018 sebanyak 100 kabupaten/kota, 2019 sebanyak 160, 2020 sebanyak 390,
dan 2021 sebanyak 514 kabupaten/kota.
Direktur
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes,
menerangkan bahwa stunting merupakan
manifestasi dari kegagalan pertumbuhan (growth faltering) yang
dimulai sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Pencegahan dan
penanggulangan stunting harus dimulai secara
tepat sebelum kelahiran dan berlanjut sampai anak berusia dua tahun.
“Intervensi yang paling menentukan adalah mempersiapkan
seorang calon ibu, memberikan pelayanan kepada ibu hamil secara maksimal dan
memastikan persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. ASI Eksklusif
diberikan, diawali dengan inisiasi menyusui dini dan pemantauan pertumbuhan
perkembangan dilakukan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan perlu
dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK)”, tutur Anung pada puncak
peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-58 di Auditorium Siwabessy Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta Selatan, Kamis pagi (25/1).
“Program penurunan stunting
ini tidak bisa berjalan sendiri, semua dinas harus bergerak, pemerintah daerah
juga lebih fokus untuk upaya investasi masa depan dan jangka panjang,” tambah
Oscar.
“Monitoring dan Evaluasi terpadu ini dilaksanakan untuk
penurunan angka stunting, dari
pemetaan dan riset terdapat beberapa tempat yang didapati angka stunting yang signifikan salah satunya
Kabupaten Ketapang,” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,
Kemenkes Drg. Oscar Primadi.
Terkait adanya angka gizi buruk stunting perlu adanya upaya pengukuran yang jelas sehingga
harapannya tidak ada lagi kasus stunting
di berbagai daerah di Indonesia khususnya Kabupaten Ketapang. Salah satu upaya
yang dapat di lakukan untuk menurunkan prevalensi stunting adalah melakukan intervensi gizi spesifik dan intervensi
gizi sensitif.
Untuk intervensi gizi spesifik dilakukan melalui
pemberian Tablet Tambah Darah dan promosi serta suplemen gizi makro dan mikro.
Selain itu juga dilakukan penatalaksanaan gizi kurang/buruk, pemberian obat
cacing dan zinc untuk manajemen diare. Intervensi ini disusun berdasarkan
siklus hidup. Sedangkan untuk intervensi gizi sensitif dilakukan melalui
pemantauan tumbuh kembang, penyediaan air bersih, pendidikan gizi, imunisasi,
pengendalian penyakit, penyediaan jaminan kesehatan, Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga, Nusantara Sehat, serta akreditasi Puskesmas dan
rumah sakit.
Dalam penanganan stunting
di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI telah melakukan intervensi gizi
spesifik. Adapun bentuknya meliputi Suplementasi gizi makro dan mikro (TTD,
Vitamin A, taburia); pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI; Fortifikasi; Kampanye
gizi seimbang; Pelaksanaan Kelas ibu hamil; pemberian Obat Cacing; Penanganan
kekurangan gizi; dan JKN.
Menurut Menkes Nila Moeloek, pola makan dan pola asuh
merupakan hal yang sangat penting dalam menuntaskan masalah stunting. Menkes menegaskan bahwa hal
ini perlu dipahami oleh remaja, karena merekalah cikal bakal keluarga
Indonesia.
“Masalah stunting
itu kita tidak bisa hanya intervensi di ibu hamil saja, tapi mulailah dari
remaja supaya mereka tahu bagaimana merencanakan keluarga ke depannya”, kata
Menkes.
Remaja putri perlu mengetahui bahwa suatu saat nanti akan
mengandung seorang anak. Mereka perlu memahami bahwa kehamilannya haruslah
benar-benar ia inginkan.
Kalau diinginkan pasti akan diberi nutrisi yang baik dan
diberi stimulasi agar janin di dalam kandungan berkembang optimal, dan saat
lahir lalu diberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif.
“Kalau menyusui, seorang ibu pasti akan mengelus-elus
anaknya, stimulasi ini betul-betul penting”, imbuhnya.
Menkes menegaskan bahwa kebutuhan stimulus kasih sayang ini perlu diperhatikan. Namun bila kebutuhan
ini terabaikan, maka seorang anak akan kurang kasih sayang dan justru
berpotensi melakukan kekerasan di masa yang akan datang.
Selanjutnya, bayi usia 6 bulan membutuhkan tidak hanya
ASI, namun juga makanan pendamping (MP-ASI) yang bergizi.
“Pemberian MP-ASI ini merupakan ujian selanjutnya. Harus
dengan menu yang beragam, jangan hanya satu macam bubur lalu itu-itu saja,
sehingga anak malah gerakan tutup mulut (GTM)”, kata Menkes
Menkes juga menegaskan bahwa, bukan hanya bayi, namun
kebutuhan nutrisi ibu hamil dan menyusui juga harus tercukupi, karena bila ibu
menyusui kurang gizi akan sangat mempengaruhi jumlah dan kualitas ASI yang
diproduksi.
“Jangan sampai karena takut gemuk, malah (melakukan) diet
(mengurangi makan) saat hamil. Itu tidak baik”, tandasnya.
Salah satu langkah inovasi yang saat ini tengah mulai
diimplementasikan, yaitu dengan lebih memfokuskan program PMT di daerah-daerah
yang memiliki angka stunting yang tinggi.
Program tersebut akan turut melibatkan Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu di daerah
setempat untuk menggencarkan sosialisasi pola hidup sehat dan menambah asupan
makanan yang diberikan melalui program PMT yang dijalankan pemerintah pusat.
www.sehatnegeriku.kemkes.go.id |
“Sebulan sekali anak-anak kita dibawa ke Posyandu untuk
ditimbang dan diukur tinggi badannya, dicatat secara rutin. Ini penting sekali
bagi ibu-ibu yang memiliki bayi dan Balita, agar kita bisa tahu anak kita itu stunting atau tidak. Jangan sampaoi
anak-anak kita kecil, (tinggi badannya) kerdil”, tutur Presiden Joko Widodo,
saat mengawali kegiatan di hari kedua rangkaian kunjungan kerjanya di Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat, Minggu pagi (8/4).
“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam
pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta
perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila
Farid Moelok, di Jakarta (7/4).
“Menyusui adalah dasar kehidupan. Dukung ibu
menyusui untuk mencegah stunting. Anak
sehat, bangsa kuat”, tutur Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid
Moeloek, Sp.M(K), pada Puncak Peringatan Pekan Asi Sedunia (PAS) tahun 2018 di
Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin pagi (20/8).
Direktur
Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Kirana Pritasari, MQIH,
memaparkan beberapa data kajian dan fakta global dalam The Lancet Breastfeeding Series tahun 2016
membuktikan bahwa ASI Eksklusif menurunkan angka kematian karena infeksi
sebanyak 88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan. Lebih jauh lagi beberapa
studi menyebutkan bahwa dalam upaya pencegahan berat bayi lahir rendah (BBLR), stunting dan meningkatkan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan ASI Eksklusif berkontribusi dalam menurunkan risiko
obesitas dan penyakit kronis. Menyusui tidak hanya menurunkan angka kematian
bayi, tetapi juga dapat menurunkan risiko kegemukan hingga 10% (Lancet, 2016).
“Dari beberapa fakta tersebut, tidak diragukan lagi
besarnya manfaat pemberian ASI untuk kehidupan”, imbuh dr. Kirana.
Data
Stunting di Dunia dan Indonesia
sendiri seperti apa?
Berdasarkan publikasi terbaru WHO (2018) berjudul
‘Reducing Stunting in Children’
menyebutkan secara global pada 2016, sebanyak 22,9% atau 154,8 juta anak-anak
Balita stunting.
Di Asia, terdapat sebanyak 87 juta Balita stunting pada 2016, 59 juta di Afrika,
serta 6 juta di Amerika Latin dan Karibia, Afrika Barat (31,4%), Afrika Tengah
(32.5%), Afrika Timur (36.7%), Asia Selatan (34.1%).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan
kabupaten sebesar 20%, sementara Indonesia baru mencapai 29,6%. Berdasarkan
Pemantauan Status Gizi (PSG) pada 2017, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang
berada di bawah batasan WHO tersebut, yakni Yogyakarta (19,8%) dan Bali
(19,1%). Provinsi lainnya memiliki kasus dominan tinggi dan sangat tinggi
sekitar 30% hingga 40%.
Tren masalah stunting
Balita Indonesia berdasarkan pemantauan status gizi 2014-2017 fluktuatif, 2014
mencapai 28,9%, 2015 mencapai 29%, 2016 turun menjadi 27,5%, dan 2017 naik lagi
menjadi 29,6%, ungkap Doddy Izwardy pada Rapat Kerja Pengawasan Itjen Maret
lalu.
Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting (kerdil) tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta anak Balita Indonesia (37%) mengalami stunting.
“Stunting kita nomor empat di dunia. Kalau sepak bola nomor empat sih lumayan, tapi kalau nomor empat stunting di dunia, ini bahaya. Artinya, 9 juta anak Indonesia cenderung bertubuh kerdil,” ujar Wakil Presiden (Wapres) RI, Jusuf Kalla, saat memberikan arahan dalam pembukaan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2018 di salah satu hotel di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa pagi (3/7).
↺
https://grafis.tempo.co/read/1250/prevalensi-penyebab-dan-pencegahan-stunting-di-indonesia-2018 |
Ayo wujudkan Indonesia sehat melalui pencegahan stunting !
Daftar Pustaka (link sumber) :
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180125/5424528/hari-gizi-nasional-58-cegah-stunting-bersama-keluarga-kita-jaga-1000-hari-pertama-kehidupan/http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180328/3925413/sinergi-bersama-intervensi-penurunan-stunting-terintegrasi/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180407/4325475/pemerintah-fokus-cegah-stunting-di-100-kabupatenkota/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180428/3225744/sulawesi-utara-tekankan-upaya-pengendalian-tbc-dan-penurunan-stunting/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180507/4825829/penurunan-stunting-jadi-fokus-pemerintah/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180511/0225865/2-wilayah-maluku-berhasil-turunkan-angka-tbc-dan-stunting/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180524/4125980/penyebab-stunting-anak/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180525/1425982/pemerintah-komit-turunkan-stunting/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180703/1426360/wapres-jusuf-kalla-bicara-pencegahan-stunting-bicarakan-masa-depan-bangsa/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180703/5126363/jangan-bangga-jadi-bangsa-kerdil/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180704/0826366/menkes-cegah-stunting-sedini-mungkin/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180712/1326736/kasus-stunting-langkat-menurun/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180717/4626783/inovasi-pos-gizi-di-kabupaten-gorontalo-atasi-stunting-layak-diapresiasi/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180723/0926895/sejumlah-organisasi-kewanitaan-ikut-andil-atasi-tbc-stunting-imunisasi/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180724/3426947/gizi-anak-perlu-diperhatikan/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180815/0027469/strategi-khusus-pemberian-makanan-bayi-dan-anak/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180820/2127478/rahasia-anak-berkembang-optimal-dan-tidak-mudah-sakit-beri-asi-eksklusif-dan-pola-asuh-tepat/
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/52619135/paper_stunting.docx?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1536591949&Signature=uMJtfr1u6%2F9iA7UPKD5SQUUb3Tw%3D&response-content-disposition=inline%3B%20filename%3DPaper_Kesehatan_dan_Gizi_Layanan_Pengasu.docx
http://scholar.unand.ac.id/22099/2/Bab%201.pdf
0 komentar:
Post a Comment